Rabu, 28 Maret 2018

Mengapa Sulit Mencari Rumah Disewakan yang Berharga Murah?


Rumah adalah salah satu kebutuhan primer manusia. Namun, mencari dan membeli rumah di kota besar menjadi masalah pelik bagi para pekerja yang datang dari luar daerah. Ya, membeli hunian di kota-kota besar semakin sulit karena harganya sudah sangat melambung tinggi. Sebagai solusinya, kini banyak rumah disewakan untuk mereka yang belum mampu memiliki rumah sendiri.

Selain karena harga rumah yang mahal, orang-orang juga terdorong untuk menyewa rumah agar bisa lebih leluasa memilih lokasi hunian yang dekat ke tempat kerja.

Melihat macetnya kondisi jalanan perkotaan di jam masuk dan pulang kerja, para pekerja pasti ingin tinggal di hunian yang lokasinya strategis dekat area perkantoran, mudah dijangkau transportasi umum, serta dekat dengan tempat hiburan. Sayangnya, mencari rumah disewakan dengan kriteria seperti itu tidaklah mudah.

Selain aspek lokasi, mencari rumah disewakan juga tentunya mempertimbangkan harga sewa yang ditawarkan. Banyak pilihan rumah disewakan di Jakarta, namun cukup sulit yang menemukan harganya murah. Kalau pun ada yang harganya murah, kondisi bangunan dan fasilitasnya kerap kali tak sesuai keinginan serta lokasinya di daerah pinggiran kota yang kurang ramah transportasi umum.

Lantas, mengapa sulit mencari rumah disewakan yang berharga murah khususnya di kota besar? Sederhananya, karena harga beli rumah di kota besar sangat mahal, maka harga sewanya akan menyesuaikan dari nilai rumah itu sendiri. Mahalnya harga beli maupun sewa rumah dipengaruhi beberapa faktor berikut ini:

Lahan terbatas

Lahan-lahan untuk membangun perumahan di kota-kota besar semakin terbatas. Sebut saja Jakarta, kota ini termasuk kota dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi bahkan termasuk ke dalam 10 besar kota terpadat di dunia oleh World Economic Forum pada tahun 2017.

Dengan kata lain, sebagian besar lahan di Jakarta sudah ditempati bangunan-bangunan, baik itu hunian, perkantoran, tempat hiburan maupun instansi pemerintahan. Akan sangat sulit menemukan lahan kosong untuk membangun rumah. Kalaupun ada, harganya bisa berkali-kali lipat dari harga lahan di daerah.

Demand yang meningkat

Kebutuhan masyarakat untuk memiliki hunian meningkat dari tahun ke tahun. Hal terjadi seiring dengan meningkatknya populasi penduduk di perkotaan. Seperti kita ketahui, kota-kota besar tiap tahunnya kebanjiran pendatang dari daerah baik untuk mencari pekerjaan maupun menempuh pendidikan. Lahan yang terbatas membuat supply untuk memenuhi kebutuhan rumah semakin terbatas.

Semakin sedikit lahan yang tersedia, semakin sengit persaingan untuk memiliki rumah mengingat bisa memiliki rumah sendiri merupakan salah satu target pencapaian hidup bagi banyak orang. Otomatis, harga rumah kian tahun kian melambung. Apalagi kini banyak orang membeli rumah tak hanya untuk tempat tinggal, melainkan juga untuk tujuan investasi.

Lokasi yang strategis merupakan salah satu faktor kenaikan harga rumah dari tahun ke tahun. Gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah membuat sektor properti diprediksi akan mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan di masa mendatang.

Tak hanya di Jakarta yang mana ketersediaan infastrukturnya sudah sangat memadai, harga properti di kota-kota penyangga ibu kota seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi pun kian mahal.

Laju inflasi

Inflasi kerap menjadi salah satu alasan mengapa developer menaikkan harga propertinya. Laju inflasi yang kian meningkat di mana nilai mata uang melemah mengakibatkan kenaikan harga-harga secara umum, tak terkecuali properti.

Melemahnya nilai mata uang secara berkelanjutan membuat daya beli masyarakat menurun sehingga developer menaikkan harga guna mencegah kerugian seiring dengan kenaikan harga material dan tukang serta biaya hidup yang kian mahal. Dampaknya, orang-orang kian sulit membeli rumah atau mencari rumah disewakan yang berharga rumah karena harga pasar menyesuaikan kebutuhan hidup yang semakin mahal.

Rasio kenaikan pendapatan tidak seimbang dengan kenaikan harga properti

Masyarakat di perkotaan makin sulit mencari rumah disewakan yang sesuai daya beli. Rasio kenaikan harga properti dari tahun ke tahun bisa jauh lebih tinggi dari rasio kenaikan gaji karyawan pada umumnya. Inilah yang membuat hunian di kota-kota besar semakin tidak terjangkau lagi oleh pekerja dengan penghasilan menengah ke bawah.

Sebagai contoh, kebanyakan pekerja di Jakarta masuk ke kategori menengah bawah dengan penghasilan bulanan di bawah 4 juta rupiah. Hal ini tidak sebanding dengan harga rumah di Jakarta yang rata-rata nilainya sudah mencapai 500 juta rupiah. Normalnya, rumah seharga 500 juta rupiah hanya mampu dibeli oleh mereka yang memiliki penghasilan bulanan 12 juta rupiah ke atas.

Secara umum, perhitungan sewa rumah berkisar dari 3-5% per tahun. Jadi, jika harga jual sebuah rumah adalah 500 juta rupiah, maka harga sewanya: 5% x 500 = 25 juta rupiah per tahun atau 2 juta rupiah per bulan. Ini berarti biaya yang dikeluarkan untuk sewa rumah bisa memakan hingga separuh penghasilan jika pendapatan Anda sekitar 4 juta rupiah per bulan.